Selasa, 30 April 2013

Tugas 3. Suku bunga perbankan dengan pemberian kredit


 

Tugas/Tulisan 3 softskill


Pengembangan UKM (usaha kecil & Menengah)
di Indonesia






Nama : Eiva Kappelia

Kelas : 1 EB 24

Npm : 22212392



ABSTRAK


Pengembangan usaha kecil dan menengah dalam menghadapi pasar regional
dan global harus didasari pada upaya yang keras dan terus menerus dalam
menjadikan UKM sebagai usaha yang tangguh. Oleh karena itu produk yang
diusahakan UKM sekurang-kurangnya mempunyai keunggulan komparatif, bahkan
sangat diharapkan mempunyai keunggulan kompetitif. Pendekatan klaster bisnis
merupakan upaya pengembangan usaha UKM secara sistemik, sehingga UKM yang
ada di dalamnya mempunyai peluang untuk menjadi usaha yang handal dan kompetitif.
Strategi pengembangan usaha UKM harus atas dasar kekuatan dan tantangannya,
olehkarena itu harus ditopang secara kuat terutama oleh adanya akses ke sumber
dana, pasar, sumber bahan baku, teknologi dan Informasi serta manajemen.


 
KATA PENGANTAR

           Puji dan syukur selalu saya panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan semesta sekalian alam yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada seluruh makhluk di muka bumi ini. Untuk itu hanya karena kekuasaan dan kehendaknya pulalah akhirnya penulis dapat mewujudkan buah pikirannya dalam bentuk tulisan yang sederhana ini.

           Tema makalah kali ini yang diambil adalah mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), mungkin tulisan ini akan berguna bagi yang membaca nya ,sehingga tulisan ini dapat dipakai sebagai bahan referensi untuk materi yang sama dengan mata kuliah yang bersangkutan.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa rasanya sulit untuk dapat mewujudkan tulisan ini kehadapan para pembaca tanpa bantuan orang lain, dan tentunya juga ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan serta doanya, Selain itu ucapan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan dukungan dan informasi-informasi mengenai tema tulisan yang saya ambil kali ini.

            Untuk itu kepada semua orang yang telah penulis sebutkan diatas saya ucapkan terima kasih, teriring doa semoga Allah Yang Maha Esa yang akan membalas segala budi baik tersebut.
Akhir kata, penulis sitirkan sebuah pepatah ytang mengatakan bahwa Tiada Gading Yang Tak retak. Begitulah kenyataan yang ada, bahwa sebagai manusia biasa tentunya penulis tidak luput dari segala kelemahan dan kekurangan. Harapan terakhir dari penulis, semoga tulisan ini dapat memberikan arti dalam memperkaya khasanah keilmuan para pembaca yang selalu haus dan lapar dengan ilmu pengetahuan.

BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Pengenalan Dasar UKM
  
      Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Pengembangan Sektor UKM
      Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
       Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.     Apa pengertian dari kreditt ?
2.     Apa fungsi dan tujuan kredit ?
3.     Apa definisi dari UKM di indonesia ?
4.     Apa saja aspek-aspek yang ada di dalam kinerja UKM ?
5.     Permasalahan apa saja yang di hadapi UKM  di dalam faktor internal ?
6.     Permasalahan apa saja yang di hadapi UKM dalam faktor eksternal ?
7.     Apa saja masalah yang di hadapi UKM ?
8.     Bagaimana cara menanggulagi permasalahan UKM ?

C.   TUJUAN PENULISAN
1.     Untuk mengetahui pengertian dari kredit
2.     Untuk mengetahui fungsi dan tujuan kredit
3.     Untuk mengeahui dafinisi dari UKM di indonesia
4.     Untuk mengetahui apa saja aspek di dalam kinerja UKM
5.     Untuk mengetahui permasalahan yang di hadapi UKM dalam faktor internal
6.     Untuk mengetahui permasalahan yang di hadapi UKM dalam faktor eksternal
7.     Untuk mengeahui apa saja masalah yang di hadapi UKM
8.     Untuk mengetahui cara mengatasi permasalahan UKM






BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Kredit
      Pengertian kredit menurut Undang-undang RI No. 10 tentang perbankan (1998) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam arti luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya kepercayaan. Pengertian kredit menurut Kent, yang dikutip oleh Suyatno (1990:55) sebagai berikut :
“Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan dating karena penyerahan barang-barang sekarang”.


Fungsi dan Tujuan Kredit

Kredit berdasarkan fungsi dan tujuannya menurut ahli adalah sebagai berikut Fungsi kredit menurut Kasmir (2004:97) adalah sebagai berikut :
1.     Untuk meningkatkan daya guna uang
2.     Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
3.     Untuk meningkatkan daya guna barang
4.     Meningkatkan peredaran uang
5.     Sebagai alat stabilitas ekonomi
6.     Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
7.     Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
8.     Untuk meningkatkan hubungan internasional


BAB III
PEMBAHASAN

A.   Definisi UKM di Indonesia
      Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)

B.   Definisi dan Kriteria UKM menurut Lembaga dan Negara Asing
      Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lembaga asing.
1. World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
• Medium Enterprise, dengan kriteria :
a) Jumlah karyawan maksimal 300 orang
b) Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
c) Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
• Micro Enterprise, dengan kriteria :
a) Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
b) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
• Small Enterprise, dengan kriteria :
a) Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
b) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
c) Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30%  pemegang saham   
    lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.
3. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja
    penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari
    M $ 2,5 juta. 

Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
• Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah      
   modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
• Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau      
   jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
   4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
• Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300
   orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
• Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah
   modal saham sampai US$ 840 ribu
• Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah  
   modal saham sampai US$ 820 ribu
• Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah  
   modal saham sampai US$ 420 ribu

Klasifikasi UKM

Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari 
    nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor  informal. Contohya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi  
    belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa   
    kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa
    kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)

Undang-Undang dan Peraturan Tentang UKM
Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan tentang UKM :
1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan  
    Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha  
    Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan  
    Menengah
7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
    Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan
8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan  
    Usaha Milik Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan  
    Menengah


Kinerja UKM di Indonesia
       UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
      Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu :
1. Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods),  
    khususnya yang tidak tahan lama,
2. Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam  
    aspek pendanaan usaha,
3. Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti
    hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan
4. Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan
    hubungan kerja di sektor formal.

      UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu :
1. Nilai Tambah
    Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun 
    sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya 

    mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun
    meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM
    memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha,
    pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6
    persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
    Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap
    total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
    Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun 
    pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap
    total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1
    persen pada tahun 2006.

Kemitraan Usaha dan Masalahnya

      Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai.
      Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
(1).Inti Plasma,
 (2).Subkontrak,
 (3).Dagang Umum,
 (4).Keagenan, dan
 (5).Waralaba.
      Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
      Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik.
Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. 
Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut

 Permasalahan yang Dihadapi UKM
 
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:

• Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
2.   Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

3.   Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
4.   Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18] Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
5.   Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan usahanya.

• Faktor Eksternal
1.     Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun  selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya  terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.

Langkah Penanggulangan Masalah

    Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
    Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan  
    mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan
    usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
    Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan 
    bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial
    formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura.  

    Pembiayaan untuk UKM sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada
    maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank
    Perkreditan Rakyat (BPR).
3. Perlindungan Usaha
    Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan  

    ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang
    maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
    Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM dengan  
    pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli
    dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih
    efisien. Dengan demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis 

    lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.


BAB IV
PENUTUP

A.   KESIMPULAN

      Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.

           Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber DayaManusianya.
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.


       Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar danUKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.



B.   DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar