Tugas/Tulisan 3 softskill
Pengembangan UKM (usaha kecil & Menengah)
di Indonesia
Nama : Eiva Kappelia
Kelas : 1 EB 24
Npm : 22212392
ABSTRAK
Pengembangan
usaha kecil dan menengah dalam menghadapi pasar regional
dan global harus didasari
pada upaya yang keras dan terus menerus dalam
menjadikan UKM sebagai
usaha yang tangguh. Oleh karena itu produk yang
diusahakan UKM
sekurang-kurangnya mempunyai keunggulan komparatif, bahkan
sangat diharapkan
mempunyai keunggulan kompetitif. Pendekatan klaster bisnis
merupakan upaya
pengembangan usaha UKM secara sistemik, sehingga UKM yang
ada di dalamnya mempunyai
peluang untuk menjadi usaha yang handal dan kompetitif.
Strategi pengembangan
usaha UKM harus atas dasar kekuatan dan tantangannya,
olehkarena itu harus
ditopang secara kuat terutama oleh adanya akses ke sumber
dana, pasar, sumber bahan
baku, teknologi dan Informasi serta manajemen.
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur selalu saya panjatkan
kehadiran Allah SWT, Tuhan semesta sekalian alam yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada seluruh makhluk di muka bumi ini. Untuk itu hanya
karena kekuasaan dan kehendaknya pulalah akhirnya penulis dapat mewujudkan buah
pikirannya dalam bentuk tulisan yang sederhana ini.
Tema makalah kali ini yang
diambil adalah mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM),
mungkin tulisan ini akan berguna bagi yang membaca nya ,sehingga tulisan ini
dapat dipakai sebagai bahan referensi untuk materi yang sama dengan mata kuliah
yang bersangkutan.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa rasanya sulit untuk dapat mewujudkan
tulisan ini kehadapan para pembaca tanpa bantuan orang lain, dan tentunya juga
ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan serta
doanya, Selain itu ucapan terima kasih kepada teman-teman yang memberikan
dukungan dan informasi-informasi mengenai tema tulisan yang saya ambil kali
ini.
Untuk itu kepada semua orang
yang telah penulis sebutkan diatas saya ucapkan terima kasih, teriring doa
semoga Allah Yang Maha Esa yang akan membalas segala budi baik tersebut.
Akhir kata, penulis sitirkan sebuah pepatah ytang mengatakan bahwa Tiada Gading
Yang Tak retak. Begitulah kenyataan yang ada, bahwa sebagai manusia biasa
tentunya penulis tidak luput dari segala kelemahan dan kekurangan. Harapan
terakhir dari penulis, semoga tulisan ini dapat memberikan arti dalam
memperkaya khasanah keilmuan para pembaca yang selalu haus dan lapar dengan
ilmu pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pengenalan Dasar UKM
Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan
tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam
krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu,
dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti
aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh
dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh
Indonesia selama krisis, kiranya tidak berlebihan apabila pengembangan sektor
swasta difokuskan pada UKM, terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan
hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing
dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan
UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat
agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya.
Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan
UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusianya.
Pengembangan Sektor UKM
Pengembangan
terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk
dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia.
UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha
besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up
grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika
tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak
akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan
UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus
diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM
sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama
dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga
sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi
pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait
dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam
maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada
intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang
kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini
kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi. Secara keseluruhan,
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengembangan
terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja, promosi usaha baru, akses
informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM,
ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis,
dan kompetisi.
Perlu disadari,
UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya
mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan
(khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan
membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya
pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus
terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara
berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang
ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan
antara usaha besar dan UKM.
Saat ini,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20
juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah masa yang
menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa
yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu
komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak
lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif
sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu
bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan
menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah
mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20
juta UKM sebagai program nasional.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari kreditt ?
2.
Apa fungsi dan tujuan kredit ?
3.
Apa definisi dari UKM di indonesia
?
4.
Apa saja aspek-aspek yang ada di
dalam kinerja UKM ?
5.
Permasalahan apa saja yang di
hadapi UKM di dalam faktor internal ?
6.
Permasalahan apa saja yang di
hadapi UKM dalam faktor eksternal ?
7.
Apa saja masalah yang di hadapi
UKM ?
8.
Bagaimana cara menanggulagi
permasalahan UKM ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui pengertian dari
kredit
2.
Untuk mengetahui fungsi dan
tujuan kredit
3.
Untuk mengeahui dafinisi dari UKM
di indonesia
4.
Untuk mengetahui apa saja aspek
di dalam kinerja UKM
5.
Untuk mengetahui permasalahan
yang di hadapi UKM dalam faktor internal
6.
Untuk mengetahui permasalahan
yang di hadapi UKM dalam faktor eksternal
7.
Untuk mengeahui apa saja masalah
yang di hadapi UKM
8.
Untuk mengetahui cara mengatasi
permasalahan UKM
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Kredit
Pengertian
kredit menurut Undang-undang RI No. 10 tentang perbankan (1998) adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan dan kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
Dalam arti luas
kredit diartikan sebagai kepercayaan. Dalam bahasa latin kredit berarti credere
artinya kepercayaan. Pengertian kredit menurut Kent, yang dikutip oleh Suyatno
(1990:55) sebagai berikut :
“Kredit adalah
hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada
waktu diminta atau pada waktu yang akan dating karena penyerahan barang-barang
sekarang”.
Fungsi dan Tujuan Kredit
Kredit berdasarkan fungsi dan tujuannya menurut ahli adalah sebagai berikut
Fungsi kredit menurut Kasmir (2004:97) adalah sebagai berikut :
1.
Untuk meningkatkan daya guna uang
2.
Untuk meningkatkan peredaran dan
lalu lintas uang
3.
Untuk meningkatkan daya guna
barang
4.
Meningkatkan peredaran uang
5.
Sebagai alat stabilitas ekonomi
6.
Untuk meningkatkan kegairahan
berusaha
7.
Untuk meningkatkan pemerataan
pendapatan
8.
Untuk meningkatkan hubungan
internasional
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Definisi UKM di Indonesia
Beberapa
lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM),
diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun 2008. Definisi UKM
yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut
Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM),
bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah
entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah
(UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki
kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak
termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat
Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja.
Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19
orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga
kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor
316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai
perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai
penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya
Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1)
badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang
barang dan jasa)
B.
Definisi dan Kriteria UKM menurut
Lembaga dan Negara Asing
Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di
negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah
tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah
kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lembaga asing.
1. World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
• Medium
Enterprise, dengan kriteria :
a) Jumlah karyawan maksimal 300 orang
b) Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
c) Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
• Micro Enterprise, dengan kriteria :
a) Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
b) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
• Small
Enterprise, dengan kriteria :
a) Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
b) Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
c) Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham
lokal serta aset produktif
tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.
3. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah
karyawan yang bekerja
penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang
modal pemegang sahamnya kurang dari
M $ 2,5 juta.
Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
• Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan
5 – 50 orang atau jumlah
modal saham sampai sejumlah M $ 500
ribu
• Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau
jumlah modal saham sampai sejumlah M $
500 ribu – M $ 2,5 juta.
4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
• Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah
karyawan maksimal 300
orang atau jumlah modal saham sampai
sejumlah US$2,5 juta.
• Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah
modal saham sampai US$ 840 ribu
• Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah
modal saham sampai US$ 820 ribu
• Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah
modal saham sampai US$ 420 ribu
Klasifikasi UKM
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat
diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan
UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih
umum dikenal sebagai sektor informal.
Contohya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi
belum memiliki sifat kewirausahaan
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa
kewirausahaan dan akan melakukan
transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
Undang-Undang dan Peraturan Tentang UKM
Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan
tentang UKM :
1. UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2. PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3. PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4. Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5. Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan
Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis
Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha
Menengah atau Besar Dengan Syarat
Kemitraan
6. Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan
Menengah
7. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil
dan Program Bina Lingkungan
8. Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan
Usaha Milik Negara
9. Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah
Kinerja UKM di Indonesia
UKM di negara
berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah
ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya
jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang
tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi.
Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan
terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik
UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the
Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for
Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan
untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis
ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian
proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan
pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi
disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu :
1. Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi
(consumer goods),
khususnya yang tidak tahan lama,
2. Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam
aspek pendanaan usaha,
3. Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti
hanya memproduksi barang atau jasa
tertentu saja, dan
4. Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan
hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai
peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama
perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM.
Kinerja UKM di Indonesia dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu :
1. Nilai Tambah
Kinerja
perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan
tahun
sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM
pertumbuhannya
mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku
mencapai Rp 1.778,7 triliun
meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005
yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM
memberikan kontribusi 53,3 persen
dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha,
pada tahun 2006
kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6
persen,
dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006
jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap
total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4
juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi
UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun
pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian
peranannya terhadap
total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3
persen pada tahun 2005 menjadi 20,1
persen pada tahun 2006.
Kemitraan Usaha dan Masalahnya
Dalam
menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan
restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan
konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi,
dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui
hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah
melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply
chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan
pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya
antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa
pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di
Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan
(Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut
harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan
suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses
yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan
kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan
mengevaluasi sampai target tercapai.
Pola kemitraan
antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun
1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri
atas 5 (lima) pola, yaitu :
(1).Inti Plasma,
(2).Subkontrak,
(3).Dagang
Umum,
(4).Keagenan,
dan
(5).Waralaba.
Pola pertama,
yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti
membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan,
penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan
produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai
tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan
mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
Pola kedua,
yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM
memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya.
Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM,
di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku
subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen)
dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini
UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan
teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
Pola ketiga,
yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB
memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh
UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan
dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
Pola keempat,
yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya
UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya.
Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi
atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang
menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung
dengan pihak ketiga.
Pola kelima,
yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba
memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi
perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba
menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada
pihak ketiga.
Kemitraan
dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci keberhasilan UKM dalam
persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah membangun
kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UKM memang
dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan
kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah
menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri.
Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh
kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari fungsinya sebagai mitra dari UB
yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang
dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah
Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi,
produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah
fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan
daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya
kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan
usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah
sosial-politik.
Kemanfaatan ini
dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling
memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara
yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat
langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami
dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan.
Menurut Keraf
(1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup
manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Dengan demikian,
keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya kesamaan nilai, norma,
sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan tersebut
Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang
dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:
• Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu
unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan
menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup,
yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan
modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat
dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM adalah adanya
ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki harta yang memadai
dan cukup untuk dijadikan agunan.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha
keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari
segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat
berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut
sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan
kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang
dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan
Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan
usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah
lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas
yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan
yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau
internasional dan promosi yang baik.
4. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai
UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17]
Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet
tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18]
Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil
juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah
berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab
hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
5. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM tersebut terhadap
generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang disembunyikan dan
tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut
sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam
mengembangkan usahanya.
• Faktor Eksternal
1.
Iklim Usaha Belum Sepenuhnya
Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi
perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap
penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan
perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan
menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan
indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan
kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan
kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke
tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini
terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara
pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan untuk
menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai banyaknya
prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan
jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan
perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM
tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat
berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.
Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan
usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang
strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan liar menjadi
salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang tidak
sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali secara
periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai
otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini
akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak segera
dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu, semangat
kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi
pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun
2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan
proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk
yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu
kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi Manusia
(HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak fair
oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu,
UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan
komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata
lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan
lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat
dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal akses terhadap
informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak
memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha
UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya
produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di
sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk bertarung di
pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses terhadap pasar
tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
Langkah Penanggulangan Masalah
Dengan mencermati permasalahan
yang dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh, maka
kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain
dengan
mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan
prosedur perijinan
usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak
memberatkan
bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu
melalui sektor jasa finansial
formal, sektor jasa finansial informal, skema
penjaminan, leasing dan dana modal ventura.
Pembiayaan untuk UKM sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada
maupun non bank. Lembaga
Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank
Perkreditan Rakyat
(BPR).
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan
usaha golongan
ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah,
baik itu melalui undang-undang
maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada
saling menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antar UKM, atau antara UKM
dengan
pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk
menghindarkan terjadinya monopoli
dalam usaha. Selain itu, juga untuk
memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih
efisien. Dengan
demikian, UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis
lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang
strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam
pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di
negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar
yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya
tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM,
terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil
produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha
lainnya.
Pengembangan UKM perlu
mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar
dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan
pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan
UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber DayaManusianya.
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan
lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha
di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar.
“Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus
terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan
perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung
perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu
diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata
merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung
jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat
mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM,
peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal
mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan
kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau
modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak
dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal
masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan
teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi.
Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi kerja,
promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar, peningkatan
kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha, pengembangan
cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis.
Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan
pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan yang
dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM)
sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial,
melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan
dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi
terciptanya keterkaitan antara usaha besar danUKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk
menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun 2020 adalah
masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud
apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II.
Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya
tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi
positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM
mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun
akan menjadi negatif apabila sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila
pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan
penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.
B.
DAFTAR PUSTAKA